Langsung ke konten utama

Cerpen Inspirasi "SIBOLIS NABURJU"

SIBOLIS NABURJU

Pemberian nama memiliki arti tersendiri bagi setiap orang. Itulah yang terjadi pada seorang anak laki-laki yang satu ini. Sejak lahir dia diberi nama yang unik oleh orangtuanya. Dia diberi nama “Simbolis Togar” dengan alasan kelahiran anak itu sebagai simbol tegarnya pendirian antara bapak dan ibu nya.

Togar dalam bahasa Batak yang artinya tegar menggambarkan kisah hidup yang serba susah akan tetapi tetap tegar (tidak putus asa) dan menanamkan satu motto sian hudon do indahan (nasi itu dari periuk), artinya tidak perlu pusing memikirkan makan apa hari ini, besok, lusa dan seterusnya. Selama masih ada periuk, maka nasi akan selalu ada. Motto yang berbau optimisme itu terkadang membuat orang malas bekerja. Walaupun nasi dari periuk tetapi nasi itu berasal dari beras dan beras itu didapat dari bekerja baik jadi petani padi maupun membeli beras jadi. Biasanya prinsip itu dipegang oleh orang yang sehari-harinya tidak punya pekerjaan (penganggur) di desanya Simbolis Togar.

Maklumlah, orangtua Simbolis tidak punya pekerjaan yang pasti karena dikucilkan aparat desa di desa itu. Konon ketika Pemilihan Kepala Desa di desa nya, Bapak Simbolis dianggap berpaling alias memihak ke calon lainnya. Jadi kurang diperhatikan oleh pemerintah desa misalnya tidak dapat bansos walaupun keluarga itu layak mendapatkannya karena tergolong keluarga kurang mampu. Jadi untuk kebutuhan sehari-hari, kedua orangtuanya terkadang ikut jadi buruh tani pada musim-musim tertentu.

Terlahir dengan nama depan Simbolis Togar, akan tetapi banyak orang yang salah sebut namanya karena nama panggilan anak ini bermacam-macam. Orangtuanya lebih sering memanggilnya Togar, tetapi di sekolah nama depannya yang populer yaitu Simbolis. Jadi lama kelamaan panggilannya di sekolah adalah Bolis.

Waktu ke waktu berlalu, nama panggilan Bolis pada anak itu menjadi semakin biasa. Nama panggilan itu juga terbawa ke lingkungan sekitar desanya dan bahkan setiap orang yang hendak memanggilnya ke rumah orangtuanya sudah menggunakan nama Bolis. Padahal sibolis dalam bahasa daerah di desanya adalah iblis.

“Horas Oppung, dimana Sibolis?” kata seorang bocah cilik kepada orangtua Bolis. Bocah ini adalah teman sekelas Bolis. Dia biasanya memanggil Oppung karena Oppung adalah panggilan untuk orang yang dianggap sudah tua di desa itu. 

“Sibolis?, di sini tidak ada sibolis, ada di neraka dia” kata bapak tua itu menjawab pertanyaan bocah

Nampaknya bapak tua itu sudah tau bahwa maksud bocah itu adalah anaknya Simbolis. Tapi dia agak tidak terima kalau dipanggil dengan nama aneh itu.

Beberapa menit kemudian, Bolis pun menunjukkan batang hidungnya dan melihat temannya berdiri di halaman rumahnya.

“Ini nya Sibolis, Oppung. Oppung bilang di neraka” kata bocah itu lagi dengan polosnya. Maklum anak itu masih bau kencur, dia masih berusia five years dalam bahasa gaulnya.

“Itu bukan Sibolis, tanya dulu bapakmu di rumah apa arti Sibolis ya” sahut bapak itu seolah menampik tuduhan seorang bocah polos tadi. Dia seakan menegaskan nama anaknya bukan sibolis, tapi dia mengatakannya dengan lembut mengingat dia berbicara dengan seorang bocah polos.

“Pergilah Togar, mau ajak bermain nya kawanmu ini. Jangan lama pulang ya” sambung Bapak Bolis

Sibolis pun menganggukkan kepalanya. Akhirnya mereka berdua pergi bermain bersama. Sembari berjalan, mereka banyak bicara.

“Kenapa bapakmu tidak suka kupanggil Sibolis” kata bocah itu dengan penasarannya.

“Mana kutahu, di rumah aku si Togar nya dipanggil” sahut Bolis.

“Jadi kalau di Sekolah, Pak Guru juga panggil namamu kan Sibolis, nanti marah lah Bapakmu sama pak Guru. Terus kalau kau Sibolis, Berarti Bapakmu Bapak Sibolis lah ya?” sambung bocah itu lagi

“Udah lah, tak usah bahas itu. Ayok lah bermain ke rumahmu” tutup Bolis. Mereka pun berlari tanpa mempersoalkan arti dibalik nama Sibolis itu.

Seiring pertumbuhannya, Simbolis mulai mengerti kata-kata dalam bahasa daerahnya. Dia pun mulai bertanya-tanya kenapa namanya jelek. Dia pun memberanikan diri bertanya kepada ibunya.

“Mak, kenapa namaku Sibolis?” katanya dengan muka masam bagai jeruk purut.

“Bukan Sibolis namamu Nak, namamu itu Simbolis Togar.” sahut ibunya dengan nada lembut

“Kenapalah pake nama Simbolis di depan, orang jadi bilang aku Sibolis (iblis) mak!” lanjut anak itu menggerutu.

“Kek mana lah mau mamak bilang, orang-orang udah panggil kau jadi sibolis. Namamu jadi terbiasa dipanggil begitu. Bahkan ketika dipermadikan juga, namamu sempat salah ucap jadi Sibolis” jawab ibunya.

“Sebenarnya namamu itu punya arti yang mendalam, simbol tegarnya pendirian bapak sama ibu mu” lanjut ibunya lagi.

Anak itu sempat termenung, membayangkan namanya ketika dipermandikan dengan nama Sibolis. Dia tersenyum simpul, sembari menggelengkan kepalanya dia berkata, “Untung saja nama di Surat permandian tidak salah juga”.

“Udahlah, gak usah ambil pusing. Yang penting kamu jadi anak yang baik” tutup ibunya sambil berlalu.

Sibolis pun semakin bertumbuh. Jakun nya sudah menonjol dan suaranya terdengar nge bass menandakan ia tak lagi disebut anak kecil (tapi bukan Shifa). Anak laki-laki ini sangat disenangi oleh warga di desanya. Bagaimana tidak, selain berpenampilan sopan, dia orangnya sangat ramah dan suka membantu orangtua dan orang lain.

Dia juga tumbuh jadi primadona dan membuat para gadis sedesanya klepek-klepek sama dia mengingat gaya rambutnya belah tengah dengan bagian depannya berdiri, bagaikan pohon kelapa yang rindang di tepi pantai. Alisnya rapi melengkung bagaikan bulan sabit, dan badannya yang berotot bagaikan dinding beton bertulang besi.

Suatu hari Sibolis pun berjalan-jalan ke kebun untuk berpetualang. Cuaca hari itu mendung, terlihat awan-awan hitam kecil perlahan berlari menuju setitik gumpalan raksasa membentuk Cumulonimbus. Awan hitam itu seakan berbisik mesra dan berbondong-bondong menghalangi pandangan sang mentari yang sudah mulai bersandar 30 derajat dari ufuk Barat. Sibolis berpacu dengan irama langkah yang seragam mengikuti jalur jalan tikus untuk mempersingkat waktu dari rumahnya.

Krakkk. Brukkkkkk. Terdengar suara semacam kayu patah dan ada yang terjatuh. Bolis bergegas menuju suara itu walaupun dia ke arah jalan yang berbeda. Sebelumnya perjalannya menuju arah jam 12, tetapi karena mendengar suara terjatuh itu akhirnya dia berlari ke arah jam 9.

“Tolong!!!Tolong!!!” seru seorang dari arah kayu patah. Suara itu seperti suara laki-laki tua.

Bolis semakin mempercepat laju nya. Hentakan kaki nya mematahkan ranting-ranting perdu yang tumbuh di jalan tikus itu. Dia tidak perduli lagi kondisi jalannya. Diperkirakan suara itu itu berasal dari 50 meter dari posisi awalnya.

“Tulang…!!!” teriak Bolis melihat pak Kepala Desa tergeletak sambil memegangi kaki nya. Posisi nya memprihatinkan dengan beralaskan batu-batu. Tanpa banyak bicara dia langsung mengangkat pak Kepala Desa. Dengan badan yang kuat berotot, dia memapah dan menggendong pak Kades menuju Puskesmas.

“Tolong Suster….Tolong Suster!!” teriaknya 50 meter menuju Puskesmas. Dia berlari sekuat tenaga dengan Pak Kades di punggungnya.

 Posisinya semakin mendekat dan para Suster pun segera memberi pertolongan

“Kenapa ini?” kata seorang suster

“Beliau terjatuh dari pohon dan kena ke batu-batu” sahut Bolis

“Ambil kan infus, jahit lukanya” kata seorang perempuan bertopi liris kuning itu lagi ke rekannya. 

Pak Kades sudah mulai lemah karena ternyata kaki nya tersayat parang yang dia pegang sewaktu naik ke atas pohon. Pak Kades ternyata hendak memotong ranting kayu pohon mangga karena ingin memetiknya. Rupanya karena cuaca sudah mendung, Pak Kades buru-buru dan tidak konsentrasi dan akhirnya terjatuh.

Beberapa menit kemudian, pak Kades  sudah mulai sadar dan Bolis pun menghampiri.

“Gimana perasaanmu, tulang (paman)” Tanya Bolis dengan wajah prihatin

“Sudah lumayan Nak, terimakasih ya. Kalau bukan karena kau tadi tak tau lagi. Apalagi setelah itu hujan makin deras. Mungkin matilah aku di sana”. Kata Pak Kades.

“Syukurlah tulang sudah siuman, menolong sesama adalah tanggung jawab manusia” kata Bolis lagi sambil memegang tangan pak kades.

“Jadi pulang lah aku ya Tulang. Nanti aku bilang pun sama keluarganya tulang biar datang menjenguk ke sini” lanjutnya.

“Iya Nak, hati-hati. Sekali lagi terimakasih” Kata pak Kades. Pak Kades sangat terharu dengan kalimat-kalimat yang dituturkan Sibolis itu. Tutur katanya seperti anak yang berpendidikan tinggi. Dalam hatinya terbersit penyesalan ketika terpilih jadi kepala desa, keluarga Bolis tidak terdaftar sebagai peneriman bantuan-bantuan sosial walaupun sebenarnya mereka layak mendapatkannya. Hal itu karena pilihan politik yang berbeda sehingga tradisi mengasingkan atau tidak memperdulikan pihak yang kontra penguasa menjadi hal biasa di desa itu. 

Dengan meminta izin ke pegawai Puskesmas untuk memberitahu ke keluarganya, Bolis pun berjalan pelan di antara tirai-tirai Puskesmas itu.

“Baik kali lah anak ini ya” kata seorang suster kepada temannya di balik tirai itu

“Iya, padahal kalau tidak salah, orangtua Anak ini dikucilkan Pak kades karena pilihannya beda pas Pilkades kemarin” sambung seorang ibu-ibu yang juga dirawat di Puskesmas itu.

Sejak terpilihnya seorang Kepala Desa yang baru, keluarga Sibolis tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah Desa. Di Desa itu, isu-isu politik sangat kental. Jadi kalau ketahuan ada warga yang tidak memihak ke Kades saat Pilkades, maka dia dianggap sebagai musuh.

Berjalan menuju rumahnya, Bolis sempatkan berhenti di rumah Pak Kades untuk memberitahukan keadaan Pak Kades. Kebetulan Ibu Kades sedang berada di teras rumah. Dia panggil dengan sebutan Nantulang (istri tulang).

“Selamat Siang Nantulang” Sapa Bolis 

“Ada apa” jawab Ibu Kades dengan sinis.  Ibu kades mengenal betul Sibolis itu adalah anak dari warga nya yang tidak memilih suami nya disaat Pilkades kemarin.

“Nantulang, Tulang lagi di Puskesmas. Beliau terjatuh dari pohon dan tidak ada teman di Puskesmas” tutur Bolis.

“Apa?, Butet…Butet….” Teriaknya sambil memanggil putri nya

“Antar mama ke Puskesmas. Cepat” teriaknya lagi.

“Tulang sudah siuman, jadi tidak usah buru-buru Nantulang” Kata Bolis menenangkan Ibu Kades.

“Permisi ya Nantulang” lanjut Boris sambil menuju rumahnya.

Sementara Bolis berjalan menuju rumahnya, Ibu Kades dan Putri nya bergegas ke Puskesmas. Sekitar 10 menit mereka tiba.

“Bagaimana kondisimu Pak” kata Ibu kades sesaat sampai di depan pintu puskesmas. Kebetulan posisi Pak Kades terbaring tepat di bangsal depan pintu puskesmas kecil itu.

“Tidak apa-apa, sehatnya aku” sahut Pak Kades.

“Nanti udah bisa pulang kok”, potong seorang suster menenangkan Ibu Kades.

“Syukurlah” kata Ibu Kades sambil mencium tangan pak Kades. 

Sore hari mereka akhirnya bisa pulang. Di rumah, Pak Kades bercerita panjang lebar tentang kejadian yang menimpanya. 

“Tak kusangka dia itu anak yang baik” kata Ibu Kades merespon cerita Pak Kades

“Aku juga, ternyata selama ini kita salah. Sebaiknya kita berdamai dengan keluarga nya Sibolis itu dan melupakan segala kejadian tentang Pilkades tahun lalu” tutur Pak Kades.

“Iya Pak, yang lalu biarlah berlalu. Pilihan boleh berbeda tapi mereka juga warga di sini dan punya hak yang sama dengan warga yang lain. Jangan karena tidak dipilih kemarin, Bapak tidak memberikan bantuan sosial ke mereka. Padahal mereka layak mendapat bantuan. Lagian mereka sangat baik” kata Butet yang daritadi menguping pembicaraan orangtuanya.

Keesokan harinya Pak Kades dan Ibu kades bertamu ke rumah Sibolis.

“Horas…” Sapa Pak kades dari depan pintu

“Horas…” sahut Bapak Bolis dengan terheran-heran. Bapak Bolis kaget dan tak menduga kehadiran orang nomor satu di desa itu ke rumahnya. Padahal selama ini, mereka seperti tidak dianggap sebagai warga desa itu lagi. Jadi mereka agak canggung mempersilahkan masuk.

“Dimana Sibolis?!” tanya pak Kades dengan nada semangat sambil menyalam Bapak Bolis.

Tak lama Sibolis muncul dari rumah. Dia menyalami pemimpin desa dan istrinya

“Di dalam rumah aja Tulang sama nantulang, minum kopi dulu” ajak Bolis

“Ah tidak usah, disini aja. Tidak usah repot-repot”

Sambil duduk di bangku teras, pak Kades menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Bapak Bolis dan menyanjung anaknya yang baik hati. Dengan hati bangga, Bapak Bolis mendengarkan rencana bantuan yang akan diterimanya. Pak Kades memastikan tidak ada dendam dalam hal politik lagi. Pembicaraan singkat tapi langsung mengena ke inti pembicaraan mereka. Tak lama mereka berpamitan.

 “Namamu Sibolis tapi hatimu malaikat. Mulai hari ini kuberikan gelarmu Sibolis Naburju” tutup pak kades seraya mengelus kepala Bolis dan perlahan beranjak dari bangku.

Ibu kades dan Bapak Bolis cuma tertawa karena Sibolis naburju berarti Iblis yang baik. Dua kata yang bertentangan. Raut muka bangga dan bahagia terpancar dari wajah bapak Bolis. Dia tak sabar menceritakan hal itu ke istrinya. Dia juga mengacungkan jempol ke Bolis anak kesayangannya itu.

Akhirnya sejak saat itu, orangtua Sibolis diusulkan mendapat bantuan berupa alat kerja tambal ban dari program dana desa. Kalau sebelumnya Bapak Bolis berprinsip sian hudon do indahan, mulai sejak itu dia telah meninggalkan prinsip itu dan menyadari bahwa untuk mencari sesuap nasi haruslah bekerja keras.

Orangtua Sibolis juga mengembangkan usaha tambal ban itu menjadi lebih besar lagi. Tertulis plank merk di bagian atas nya "TAMBAL BAN SIBOLIS NABURJU".

NB : Tulisan ini hanya fiktif belaka, maaf apabila ada kesamaan nama. 🙏🏻

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menentukan Letak Astronomis suatu Wilayah pada Peta

Letak atau Lokasi suatu wilayah berdasarkan lintang dan bujur disebut dengan letak astronomis. Garis Lintang 0 0 disebut dengan garis Khatulistiwa (equator) yang membagi bumi menjadi bagian utara yang disebut dengan Lintang Utara (LU) dan bagian selatan yang disebut dengan Lintang Selatan (LS). Garis lintang menjadi dasar pembagian iklim yang didasarkan pada sudut datang matahari, sedangkan garis bujur 0 0 yang berada di kota Greenwich membagi belahan bumi menjadi belahan bumi Barat yang dikenal dengan Bujur Barat (BB) dan belahan bumi Timur yang dikenal dengan Bujur Timur (BT). Garis bujur 0 0 yang dipergunakan sebagai dasar pembagian waktu di berbagai wilayah (negara). Garis lintang dan bujur merupakan garis khayal artinya kita tidak menjumpai garis ini secara nyata di bumi. Garis Lintang kenampakannya horizontal, sedangkan Garis Bujur kenampakannya vertikal pada peta atau globe. Berdasarkan konsep Geografi, letak/lokasi terbagi dua yaitu letak absolut dan letak relat

Mengubah Skala Garis Menjadi Skala Angka

Topik tentang skala merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah peta. Gambaran permukaan bumi yang relatif luas dapat digambarkan di sebidang kertas karena diperkecil dengan menggunakan skala tertentu, tergantung berapa kali luas yang sebenarnya diperkecil dan seberapa besar peta yang akan digambar. Semakin kecil peta yang akan digambarkan maka skalanya akan semakin besar, demikian sebaliknya. Misalnya sebuah peta X yang akan diperkecil 4x skala nya akan lebih besar dibandingkan peta yang diperkecil 2x. Skala adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya/sesungguhnya di lapangan. Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk mencari jarak sebenarnya (JS) jika diketahui jarak pada peta (JP) dan skala (SK) adalah jarak pada peta dikali dengan penyebut skala. JS = JP x SK sedangkan mencari jarak pada peta (JP)  jika diketahui jarak sebenarnya(JS) dan skala (SK) adalah jarak sebenarnya dibagi penyebut skala. JP = JS/SK Skala yang sering dijumpai pada peta a

Menentukan Perbedaan Waktu antar Wilayah di Muka Bumi

Salam Geografi!! Saudara sekalian pasti pernah menonton siaran bola liga Inggris, Liga Spanyol atau Liga Eropa lainnya pada saat malam atau dini hari bukan?. Nah kalau kita bayangkan mengapa mereka main bola saat malam larut atau disaat kita di Indonesia sudah tertidur. Tentunya sebagai orang yang telah mempelajari geografi, tidak akan merasa heran lagi atau sudah memahami mengapa demikian. Bagi orang awam mungkin saja mereka berpikiran kalau memang pertandingan itu memang dilaksanakan pada jam saat menonton di Indonesia, padahal mereka itu main bola pada saat sore hari atau bukan larut malam. Dasar teorinya adalah Eropa berada pada belahan bumi Barat, sedangkan Indonesia berada pada belahan bumi Timur. Sehingga kalau di Indonesia malam hari, kemungkinan di Eropa Siang hari, demikian sebaliknya. Pada Postingan sebelumnya yaitu "menentukan letak astronomis suatu wilayah pada peta", telah disinggung mengenai garis lintang dan bujur.  Garis bujur menjadi dasar pembe